Beberapa hal yang bisa dilakukan saat pasangan kecanduan main game
Sebenarnya, bermain game merupakan hal umum yang bisa dilakukan oleh semua orang, termasuk pasangan. Kegiatan ini biasanya dilakukan untuk melepaskan penat setelah melalui aktivitas sehari-hari yang berat.
Meski demikian, apabila pasangan menjadi lupa diri karena terlalu fokus pada gawai, tentu saja menimbulkan kekhawatiran. Tidak hanya bikin kecanduan, urusan membantu mengurus anak atau hal lainnya tentu saja jadi terbengkalai.
Namun, tunggu dulu. Sebelum menyalahkan pasangan, tak ada salahnya untuk kembali berkaca. Apakah selama ini cara penyampaian sudah benar? Bagaimana mana cara Bunda mengutakan rasa keberatan pada pasangan?
Bukan tidak mungkin jika selama ini strateginya memang kurang tepat dalam mengubah kebiasaan pasangan. Misalnya, dengan memaksakan kehendak suami agar bisa mengikuti peraturan yang Bunda juga terapkan pada anak seperti menerapkan aturan screen time tertentu.
Artikel terkait: Ayah, luangkan waktu main game bersama anak, ini manfaatnya!
Strategi tersebut dinilai kurang efektif. Pasalnya, mengubah perilaku pasangan memang membutuhkan pendekatan yang berbeda. Langkah bahkan dinilai lebih memakan waktu yang lama dibandingkan menumbuhkan kebiasaan yang baik kepada anak-anak.
Setidaknya hal tersebut selaras dengan penjelasan Najeela Shiha. Pendidik, psikolog sekaligus founder komunitas Keluarga Kita ini menjelaskan, mengubah kebiasaan pasangan tidak bisa melalui proses yang dipaksakan atau dengan aturan mutlak. Apalagi, dengan cara yang cenderung membuat pasangan tersudut di depan anak.
“Tidak bisa dipaksakan dan jangan menyudutkan. Seolah mengatakan, ‘Tuh, bapak kamu aja nggak nurut. Gimana anaknya bisa nurut?’. Nah, cara tersebut tidak menunjukkan empati. Dan malah jadinya menyalahkan pasangan atau merendahkannya di depan anak,” ungkap Najelaa melalui video sharing yang diunggah dalam akun Instagram Keluarga Kita.
Dengan menyalahkan pasangan atas kebiasaan buruknya, maka cara tersebut pun hampir selalu terbukti tidak akan berhasil. Baik dalam jangka pendek, maupun dalam jangka panjang. Sehingga hal ini pun tidak jarang semakin membuat Bunda putus asa.
Kebiasaan buruk pasangan tetap harus diatasi
Meminta suami untuk menghentikan kebiasaan buruknya dengan cara menyalahkan memang tidak dibenarkan. Namun, ini bukan berarti Bunda juga menjadi tidak melakukan tindakan apa pun. Jangan sampai merasa pasrah atau menyerah, sehingga malah membiarkan suami melakukan kebiasaan buruk tersebut.
Seperti yang dipaparkan oleh Najelaa. Kakak dari Najwa Shihab ini pun berpesan agar kita selalu mencari cara yang efektif untuk menghentikan kebiasaan buruk pasangan. Karena bagaimana pun, kecanduan main game merupakan kebiasaan yang perlu dihentikan agar tidak berdampak pada hal yang lebih buruk.
Terlebih, orangtua perlu konsisten terlibat dalam pengasuhan keluarga. Ini artinya, Bunda dan suami perlu bekerja sama dalam menerapkan nilai-nilai yang baik kepada anak. Apabila kebiasaan buruk pasangan masih terulang, maka maka kerja sama dalam memberikan contoh yang baik pada anak pun akan terhambat.
Berikut merupakan langkah yang bisa Bunda lakukan untuk menghentikan suami yang kecanduan bermain game menurut Najelaa Shihab.
Sebagai manusia, kita tentunya memiliki harapan terhadap perilaku orang lain. Termasuk kepada pasangan. Bunda tentunya mendambakan pasangan yang berperilaku baik. Seperti keinginan agar pasangan bisa mengatur waktu antara bermain ponsel dan membantu Bunda dalam mengasuh anak
Namun, secara umum, harapan dan ekspektasi yang dimiliki setiap orang itu sebenarnya bersifat tidak mutlak. Artinya, ada harapan kita yang bisa langsung terlaksana, serta ada juga harapan yang membutuhkan proses lebih panjang untuk mencapainya.
“Tidak semua ekspektasi kita akan perubahan dari perilaku pasangan langsung terwujud. Jangan berharap hanya dalam waktu satu atau dua minggi pasangan kemudian bisa puasa media sosial. Atau melupakan keseruan bermain game sama sekali,” ungkap Najeela.
Jadi, tidak ada salahnya Bunda tidak menyimpan harapan agar sikap pasangan bisa berubah dalam waktu yang singkat. Karena pada dasarnya, perubahan perilaku membutuhkan proses yang tentunya membutuhkan waktu.
Jika Bunda terlalu berharap tinggi agar perilaku suami bisa cepat berubah, maka yang hadir hanyalah perasaan kecewa.
Setelah Bunda mampu untuk tidak berekspektasi berlebih dalam mengubah sikap pasangan, maka langkah selanjutnya adalah mencari cara solutif bersama.
Cobalah membuat tahapan untuk belajar mengubah perilaku masing-masing dengan kegiatan yang mendorong kalian ke arah yang lebih positif.
Misalnya, membiasakan diri untuk meluangkan waktu bermain bersama dengan si kecil. Bisa dengan membacakannya dongeng, bermain di taman, atau pun melakukan piknik bersama. Melakukan kegiatan tersebut pada akhirnya dapat membantu mengurangi waktu bermain suami dengan ponselnya.
Tidak hanya itu, kita juga perlu mencoba berempati kepada pasangan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, aktivitas di media sosial atau pun dunia digital merupakan sebuah cara seseorang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Setelah lelah bekerja, pasangan dan juga Bunda sendiri pastinya akan merasa penat, sehingga butuh melakukan me time seperti menghibur diri dengan bermain ponsel. Oleh karena itulah, kita juga perlu memberikan empati dan menghargai aktivitas hiburan yang dilakukan pasangan.
“Pasangan juga butuh hiburan, sama seperti Anda. Butuh kesempatan bermain atau bersosialisasi dengan teman juga. Apakah hal itu patut disalahkan? Nggak, bukan? Asal dilakukan dalam porsi yang seimbang,” ungkap perempuan yang akrab disapa Mba Elaa itu.
Ia juga melanjutkan, “Terkadang, justru kita sebagai istri dan bahkan bersama anak juga perlu ikut dalam aktivitas itu. Maka, kenapa tidak coba ikut main game sama suami?”
Dengan melakukan kegiatan itu, lanjut Najelaa, suami jadi tidak merasa disalahkan. Malah, keikutsertaan tersebut dapat membuat pasangan senang. Itu artinya, dia merasa dihargai sehingga kita mau terlibat dalam kegiatan yang ia suka.
Di sisi lain, anak pun jadi punya kesempatan untuk punya kuantitas dan kualitas waktu bersama juga dengan ayahnya.
Artikel terkait: Cegah konflik dalam keluarga dengan teknik komunikasi ‘I Message’, begini caranya
Itulah cara yang bisa Bunda lakukan untuk mengurangi intensitas suami dalam bermain game atau ponsel. Selalu ingat bahwa perilaku seseorang tidak bisa kita ubah dalam waktu yang singkat. Dibutuhkan kesabaran dalam prosesnya.
Selain itu, jangan lupa juga untuk memberikan apresiasi saat pasangan hadir sepenuh diri dan sepenuh hati. Tidak ada salahnya untuk memuji suami saat ia meluangkan waktu bersama keluarga dan membantu Bunda dalam mengasuh anak.
Apresiasi akan membuat komunikasi yang terjalin dengan pasangan lebih efektif. Berbeda halnya jika Anda hanya memberikan pasangan kritik. Hal itu hanya akan membuat pasangan kita kecil hati dan semakin menjauhkan diri.
“Bersabar dan tetap berusaha. Semoga kita semua bisa menemukan cara untuk terus mencintai semua anggota keluarga kita dengan lebih baik, ya,” tutup Najelaa.
Bagaimana? Coba terapkan dalam keluarga, yuk!
Gampang emosi dan marah pada anak? Ini langkah untuk mengatasinya
5 Hobi dan Kebiasaan Suami yang Perlu Dimengerti oleh Istri
10 Kebiasaan buruk suami yang tidak disukai istri
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.
Karena orang tua mudah marah, anak bisa saja bersikap cuek sebagai bentuk perlawanannya. Ia akan bersikap tidak peduli dengan nasihat orang tuanya.
Sesaat, ketika dibentak atau dimarahi, anak kelihatan diam dan seolah-olah mendengar. Padahal, perkataan orang tuanya hanya dianggap sebagai angin lalu.
Hal ini membuat kepercayaan anak terhadap orang tua pun hilang. Pada akhirnya, bisa berdampak buruk pada hubungan di dalam keluarga, juga pada kehidupan sosial anak di masa depan.
Anda pecinta kuliner dengan pengolahan dibakar, seperti ikan bakar, ayam bakar, atau sate? Mungkin setelah ini, Anda harus mengurangi frekuensi sering mengonsumsi makanan yang dibakar. Walaupun rasanya sangat nikmat, ada bahaya di balik pengolahan makanan tersebut. Berikut ini bahaya terlalu sering mengonsumsi makanan yang dibakar.
Rupanya, makanan yang pengolahannya dengan cara dibakar bisa menyebabkan kanker. Kandungan protein pada ayam, ikan, dan daging dapat bereaksi dengan suhu tinggi dari pembakaran dan membentuk senyawa karsinogenik.
Senyawa inilah yang dapat merusak komposisi DNA dalam gen Anda, sehingga dapat memicu perkembangan sel kanker. Untuk mengurangi pembentukan senyawa tersebut, Anda dapat merendam daging dalam bumbu tradisional dan alami serta menghindari memasak daging dalam waktu lama pada suhu tinggi.
Kandungan gizi menghilang
Kandungan protein tinggi terdapat pada semua jenis daging. Protein dibutuhkan tubuh sebagai sumber energi. Namun, pengolahan dengan cara dibakar pada suhu yang tinggi bisa menghilangkan kandungan protein tersebut. Langkah pencegahannya adalah membakar daging pada suhu rendah atau dengan api kecil dalam jangka waktu yang lama agar seluruh bagian daging dapat matang secara lebih merata tanpa menghilangkan kandungan protein.
Kinerja lambung menjadi lebih berat ketika mencerna makanan yang dibakar, sehingga asam lambung menjadi naik dan meningkat. Oleh karena itu, orang yang memiliki penyakit lambung dan maag tidak disarankan untuk terlalu sering mengonsumsi makanan yang dibakar.
Cacing yang masih tertinggal dalam daging
Proses memasak daging dengan dibakar tidak sepenuhnya membuat daging matang dengan sempurna. Hal ini dapat menimbulkan potensi cacing atau larva/telur cacing yang masih hidup di dalam daging tersebut. Untuk menghindarinya, pas
Liputan6.com, Jakarta Frekuensi buang air kecil yang begitu sering dan tinggi tidak boleh dianggap sepele. Jika Anda terlalu banyak minum air, mengonsumsi minuman berkafein hingga minum air mendekati jam tidur malam, sangat wajar jika frekuensi buang air kecil meningkat.
Namun, jika Anda sering buang air kecil padahal hanya minum sedikit atau tidak mengonsumsi minuman yang dapat menyebabkan sering kencing, makan itu bisa menjadi suatu gejala kondisi medis yang perlu diwaspadai. Karena, normalnya, frekuensi buang air kecil adalah 4-8 kali sehari.
Dikutip dari KlikDokter, berikut ini beberapa penyebab seseorang sering buang air kecil selain terlalu banyak minum air.
1. Melemahnya otot-otot sekitar panggul
Kondisi ini biasanya dialami orang yang sudah tua atau lanjut usia (lansia). Dalam usia tersebut, ada kelemahan otot-otot yang bertanggung jawab terhadap buang air kecil, terutama otot-otot di sekitar panggul.
Selain karena usia, melemahnya otot-otot sekitar panggul bisa juga diakibatkan karena cedera. Jika seperti itu, maka mereka yang berusia muda juga bisa berisiko. Bila Anda mengalami kondisi gangguan otot sekitar panggul karena akibat cedera atau jatuh dan menimbulkan sering buang air kecil, jangan dibiarkan. Segera periksakan ke dokter.
2. Hamil atau pasca melahirkan
Perubahan hormon dan peningkatan berat janin saat kehamilan dapat menyebabkan sensasi ingin buang air kecil lebih sering. Selain itu, wanita yang baru selesai melahirkan juga bisa mengalami beser karena otot-otot yang ada di sekitar panggul dan kandung kemih mengendur.
Kondisi itu, biasanya dialami oleh wanita yang melahirkan secara normal. Jadi, ada masalah di kandung kemih, sehingga ia tidak bisa menahan kencing.
“Gimana, ya, biar suami bisa berhenti main game terus? Sudah dibilangin berulang kali, tapi nggak berubah juga. Aku harus gimana?“
Pertanyaan tersebut dilontarkan oleh seorang ibu yang bernama Citra dalam aplikasi theAsianparent Indonesia. Kenyataannya, pertanyaan ini memang sangat umum dan sering kali ditanyakan Bunda lainnya.
Hal tersebut terbukti dengan komentar yang juga bertanya atau bahkan menuliskan pengalaman yang sama. Mereka menganggap, para suaminya lebih sering menghabiskan waktu untuk bermain game daripada melakukan quality time dengan keluarga.
Kondisi ini rupanya juga menimbulkan dilema dan kegelisahan. Jika menegegur kebiasaan sang suami dengan tegas, banyak Bunda yang mengaku justru akan memunculkan konflik baru dengan suami. Tapi jika meminta pengertian secara baik-baik, hal tersebut juga dirasa kurang berhasil karena suami tetap melakukan kesalahan yang sama.
Jadi, bagaimana langkah apa yang perlu dilakukan untuk menghentikan kebiasaan buruk pasangan yang kecanduan bermain game tersebut?
Artikel terkait: Benarkah suami penyebab stres ibu dua kali lipat dibandingkan anak? Suami wajib tahu!